Cerpen (Belum Berjudul) #1

6:21 AM

Sebenarnya ini salah satu tugas cerpen dari matkul Penulisan Prosa yg sudah dibacakan di kelas beberapa hari yang lalu. Selamat membaca, maaf kalau sederhana; masih pemula :)

Aku selalu iri melihat teman-teman sebayaku yang membawa orang tuanya lengkap disaat penerimaan raport. Ini kali pertamaku menerima raport dalam hidup. Tetapi hanya ada ibu di sampingku. Padahal sebelum aku menduduki bangku SD, bapak yang selalu menasehatiku setiap malam. Berharap agar anak perempuan satu-satunya ini meraih ranking satu, membanggakan bapaknya. Tapi hari ini dia tidak disini bersamaku. Sebenarnya tidak hari ini saja, melainkan sejak pertama kali aku duduk di bangku kelas ini, bapak menghilang. Dia menghilang setelah mengantarku sampai ke dalam kelas ini.

"Belajar yang rajin, nak. Ranking satu menunggumu kelak."

Itu kata-kata terakhir yang aku dengar dari bapak semenjak hampir setahun yang lalu.
Aku tidak pernah tahu dimana keberadaan bapak, untuk bertanya pada ibu pun aku ragu. Entah, ada bisikan yang selalu mengatakan bahwa aku tidak boleh menanyakan tentang hilangnya bapak pada ibu. Semenjak hari itu, ibu terlihat baik-baik saja, jika denganku. Dia tetap tersenyum sepanjang hari. Melayani pembeli yang datang dengan wajah riang. Selalu mengucapkan "terima kasih" dengan ikhlas. Jadi anggapanku ya tidak terjadi apa-apa, karena ibu baik-baik saja. Dia masih tetap tersenyum seperti biasanya. Mungkin, bapak sedang tugas keluar kota selama beberapa bulan seperti saat aku berumur 5 tahun, pikirku.
Sampai suatu hari, tidak sengaja aku terbangun dari tidurku saat subuh di hari Minggu. Saat tak sengaja ku membuka mata, ibuku menangis. Dia menangis sesenggukan dengan berusaha menyembunyikan suara tangisannya. Pasti agar tidak terdengar olehku. Ada apa dengan ibu? Aku mengintip dari balik gulingku. Aku hanya bisa melihat punggung ibuku. Tetapi aku bisa merasakan rasa sedih yang ia rasakan. Sangat mendalam. Apa yang terjadi pada ibu? Bukankah selama ini ia baik-baik saja? Bahkan senyum tak pernah tinggal dari paras cantiknya.
Dan aku pun tertidur kembali, aku tertidur saat diam-diam aku mengucapkan doa singkat untuk Ibu, "Tuhan, tolong kuatkan ibuku." Itulah sepotong doaku.
Aku tidak banyak bertanya saat pagi tiba. Hanya sesekali aku memperhatikan wajah ibuku diam-diam. Tidak ada yang berbeda dari wajahnya, masih sama seperti pertama kali aku melihatnya sebagai ibuku. Selalu tersenyum. Bahkan mata ibu tetap berbinar, tidak ada bekas ia menangis.

"Setelah ini kita pergi ke suatu tempat ya, sebagai hadiah kamu sudah berhasil meraih ranking satu seperti yang bapak harapkan.", kata Ibu mengacaukan lamunanku.
"Kemana, bu?"
"Kau tidak ingin bertemu bapak?"
Aku hanya diam.
"Kenapa kau tidak pernah menanyakan keberadaan bapakmu sendiri?"

Aku masih tetap diam.
Aku hanya terdiam saat ibu menyetir mobil kami. Kemana ibu akan membawaku? Hadiah? Bapak? Dimana bapak selama ini?
Dan tiba-tiba, ibu membelokkan mobil kami ke sebuah bangunan bertuliskan "Rumah Tahanan Narapidana daerah Gianyar, Bali".
Mulai saat itu aku tau, hati ibuku mungkin terbuat dari batu karang di tepi pantai. Kuat dan kokoh walaupun dihantam ombak besar setiap waktu.

Yogyakarta, 8 September 2015

You Might Also Like

1 comments

  1. infonya bermanfaat dan bisa memberikan inspirasi buat saya gan, thks

    ReplyDelete

Subscribe